JAYAPURA Infopapua.id ,- Duka menyelimuti rumah keluarga suster Gabriela Meilan dikawasan jalan belut Waena , Distrik Heram Jayapura, Kota Jayapura, Papua, sejumlah karangan duka duka cita berjejer disekitar rumah almarhum.
Sudah enam hari sejak kejadian penyerangan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Distrik Kiwirok Kabupaten Pegunungan Bintang, tempat dimana suter Meilan mengabdikan diri sebagai seorang tenaga kesehatan di salah daerah pedalam Papua itu.
Suster Meilan menjadi korban kekejaman kelompok kriminal bersenjata (KKB) pada saat itu, ia sempat dinyatakan hilang sebelum akhirnya ditemukan dalam keadaan meninggal dunia, disebuah jurang terjal di daerah itu oleh pasukan TNI-Polri.
Dirumah duka, keluarga almarhum Suster Meilan telah menyiapkan sebuah tempat tidur untuk menaruh jenazah Suster Gabriel Meila, namun sayang tempat tidur ini masih kosong, hanya foto Suster Meilan yang berada di atas tempat tidur, sebab jenazah Suster Meilan hingga kini belum tiba di rumah milik kelurganya itu.
Almarhum Suster Gabriel Meilan Poltekes adalah anak bungsu dari dua bersaudara, ia menamatkan pendidikan kesehatannya pada Politeknik Kesehatan (Poltekes) Jayapura tahun 2020, yang kemudian mengabidikan diri sebagai pelayan kesehatan di Distrik Kiwirok Kabupaten Pegunungan Bintang.
Ditemui diruma duka, Sabtu (18/9/2021) ibu korban Martina Toding berharap jenazah anaknya bisa segera tiba di rumah mereka agar bisa disemayamkan secara baik, ia meminta kepada TNI-Polri ataupun instansi terkait agar bisa membawa jenazah anaknya tiba dirumah.
“Kami sangat berharap sesegra mungkin anak kami di evakuasi ke Jayapura, supaya kami bisa semayamkan baik-baik , TNI-Polri atau instansi terkait kami berharap agar tolong-tolong, kalau bisa har ini, kami sudah terlalu lelah, sakit-sakit sekali, jadi mohon ada perhatian khusus agar sesegra mungkin bisa sampai disini,” ujarnya samil menetskan air mata.
Sang ibu mengaku tidak mendapatkan firasat jika putri semata wayangnya akan pergi meningalkan mereka untuk selamanya , sebab komunikasi mereka juga berjalan baik sejak almarhun bertugas di Distrik Kiwirok Kabupaten Pegunungan Bintang. “Tidak pernah ada firasat karena anak saya itu komunikasinya lancar di atas,” turunya dengan raut wajah kesedihan.
Sementara itu kakak almarhum, Irawan Setio Putra, meminta perhatian dari para pengiat maupun aktivivis Hak Asasai Manusia sebab selama ini jika terjadi sesuatu di Papua, para aktivis selalu berteriak tentang Hak Asasi Manusia namun saat adiknya meninggal dunia akibat kekekajam KKB tidak ada aktivis HAM yang bersuara.
“Kami sangat terpukul, dan tidak punya firasat sama skali, harapan kami selama ini kan mereka selalu berbicara tentang HAM dan HAM, sedikit saja HAM, sedikit saja HAM, bagi petinggi-petinggi HAM itu saja dari keluarga,” kata Irawan. (Redaksi)