JAYAPURA, INFOPAPUA.ID – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau di tahun 2023 akan lebih kering jika dibandingkan dengan periode tiga tahun terakhir yakni 2020-2022.
Hal ini diungkapkan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita usai Kick-off 10th World Water Forum (WWF) di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta pada Rabu pekan lalu.
Menurut Dwikorita, kondisi cuaca yang kering ini berpotensi mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Langkah pencegahan harus dilakukan semua pihak terkait sebagai bentuk mitigasi dan antisipasi.
“Dalam waktu beberapa bulan yang akan datang, curah hujan dengan kategori intensitas rendah diprediksi dapat terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Sektor-sektor yang terdampak seperti sumber daya air, kehutanan, pertanian, dan kebencanaan, perlu melakukan langkah antisipatif untuk meminimalkan potensi dampak kekeringan sebagai konsekuensi kondisi curah hujan rendah tersebut,” bebernya.
Berkaitan dengan kondisi itu, Dwikorita mengajak masyarakat panen air hujan sebagai langkah mitigasi musim kemarau. Pada musim kemarau nanti, air hujan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari guna mengantisipasi dampak kekeringan.
Adapun daerah-daerah yang rawan kekeringan pada musim kemarau mendatang, seperti Provinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
“Mumpung saat ini hujan masih turun, maka kami mengimbau kepada seluruh masyarakat dan pemerintah daerah untuk melakukan aksi panen hujan dengan cara menampungnya menggunakan tandon air atau bak penampung,” tuturnya. (Redaksi)