Oleh: Ambassador Freddy Numberi
Laksmana Madya TNI (purn)
“When elephants fight, the grass suffers. When elephant
make love he grass also suffer – Ketika gajah berkelahi,
rumput menderita. Ketika gajah bercinta rumput juga
menderita.”
(sumber: Gordong H. Chang, Friend and Enemies,
California, 1990: hal.228)
- Poros ke Asia (Pivot Asia).
Pada abad ke-21 AS terlibat dalam upaya besar untuk melakukan reorientasi strategis
kebijkan luar negerinya dari fokus ke Timur Tengah menjadi fokus ke Asia-Pasifik. Pengamat
tentunya bertanya ‘mengapa’? Jawabannya adalah kebangkitan China di Abad ke-21
merupakan tantangan sendiri bagi AS. Rupert Emerson, mengatakan dalam bukunya
“From Empire to Nation”: “Perjuangan China untuk mendominasi dunia, semakin
membuat China mempertahankan kawasan laut disekitarnya sebagai bagian dari
harga dirinya, tetapi kenyataannya merupakan ancaman bagi negara-negara didunia,
khususnya negara-negara ASEAN.” (Boston, 1960: hal.416)
Hal ini berarti China ingin merebut pengaruh AS di kawasan Asia-Pasifik terutama,
karena China punya kepentingan ekonomi dikawasan Laut China Selatan (LCS) dan tidak
ingin diganggu oleh siapapun termasuk AS.
Pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump(20 Januari 2017-20 Januari 2021)
menyebutnya sebagai taktik yang mengancam perang dagang dunia. Tuntutan selanjutnya
Presiden Donald Trump agar sekutu-sekutunya di Eropa maupun Asia tidak tunduk pada
kebangkitan China. Hal ini pada dasarnya sama dengan yang dikatakan pada saat
pemerintahan Presiden Barack Obama (20 Januari 2009-20 Januari 2017), merubah
kebijkan AS untuk fokus pada Asia-Pasifik, khususnya China. Tujuan sebenarnya adalah
untuk membatasi China dalam perang dingin seperti melawan Uni Soviet dahulu.
Gordon H.Chang dalam bukunya “Friend and Enemies”, mengatakan: Presiden harus
menekankan bahwa bukan kepentingan Amerika Serikat untuk membiarkan komunis
China mengejar kebijakan yang berisiko menyentuh perang lagi”. (California, 1990:
hal.231).
Kebijakan AS menyangkut militer, diplomatik dan ekonomi harus dialihkan dari Atlantik ke
Asia-Pasifik.
Pangkalan AS harus diperluas termasuk sekutu-sekutunya di kawasan, terutama Jepang
didorong untuk mempersenjatainya kembali.
2 |5
Secara diplomatis untuk menghidupkan kembali aliansi Pasifiknya dan mengajak mitramitra dan sekutunya untuk menolak tawaran ekonomi China dan “diplomasi” “tetangga baik”
dari China.
Inisiatif ekonomi utama menurut Barack Obama adalah Trans Pacific Partnership (TPP).
Pada musim gugur 2011, menteri luar negeri AS Hillary Clinton menulis artikel “America’s
Pacific Century”, menguraikan prioritas global baru AS.
Dikatakan Hillary bahwa mengamankan kepentingan dan kemajuan nilai-nilai sangat
penting bagi AS dalam rangka melakukan investasi di kawasan Asia-Pasifik.
Secara kritis Hillary menguraikan strategi global AS sebagai “titik pivot” yang menjadi
pendorong utama reorientasi AS ke Asia-Pasifik.
Tim presiden Donald Trump segera mengumumkan pengembangan Angkatan Laut (AL)
besar-besaran di Asia-Timur, termasuk proposal untuk menempatkan kapal induk nuklir
kelas Nimitz (CVN) di Laut China Selatan. Mengerahkan lebih banyak lagi kapal perusak
(destroyer) dan kapal selam nuklir kelas Los Angeles (SSBN) serta memperluas pangkalan
baru di Jepang dan Australia. Menempatkan Angkatan Udara (AU) AS di Korea Selatan untuk
serangan jarak jauh. Singkatnya, pemerintah Donald Trump melanjutkan dengan lebih kuat
dan tegas kebijakan konfrontasi dengan China yang telah dirintis Barack Obama.
Gambar-1: USS kelas Nimitz (CVN)
3 |5- Kebangkitan ekonomi China
Kebangkitan ekonomi China tak bisa dibendung dengan pertumbuhan rata-rata lebih dari
10 persen pertahun selama tiga dekade hingga 2011. China menjadi eksportir terbesar di
dunia dan importir terbesar kedua di dunia pada tahun 2009, dan melampau AS pada tahun
2013.
Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) total produksi industri China dari
manufaktur saja naik dari 62 persen menjadi 125 persen pada tahun 2013, belum termasuk
pertambangan, pembangkit tenaga listrik, pasokan gas dan air. Dari tren pertumbuhan
ekonomi saja dapat dikatakan China melebihi AS.
Dengan ekonomi yang kuat China memodernisasi militernya, termasuk Angkatan Laut
dilakukan China secara besar-besaran. Hal ini merupakan perhatian utama Departemen
Pertahanan Amerika Serikat (Department of Defence of United States of America/DOD).
Upaya modernisasi ini telah dilakukan selama 30 tahun sejak tahun 1990. Ini telah
mengubah China menjadi suatu kekuatan modern yang tangguh di perairan dekat China
maupun Eropa, Pasifik dan Samudera Hindia.
AL China menjadi terbesar dibandingkan negara manapun di Asia. Pada tahun 2020,
China melampaui Angkatan Laut (AL) AS dalam jumlah kapal tempur. Pada tanggal 30 Januari
2024, DOD AS mengatakan bahwa AL China adalah Angkatan Laut terbesar didunia dengan
kekuatan tempur lebih dari 370 platform. Termasuk kapal kombatan untuk perang
permukaan laut, kapal selam, kapal amfibi samudera, kapal induk, kapal ranjau dan armada
pembantu. Angka ini belum termasuk kapal patroli berjumlah 60 kapal kelas Hou bei, yang
membawa rudal jelajah Anti-Ship Cruise Missile (ASM).
Gambar-2: USS kelas Los Angeles (SSBN)
4 |5
Perjuangan China untuk mendominasi dunia dan merupakan ancaman nyata bagi negaranegara di dunia, terutama Amerika Serikat (AS). Pada tahun 2025 AL China akan menambah
kapal perangnya menjadi 395 kapal perang dan tahun 2030 berjumlah 425 kapal. Anggaran
pertahanan China, menurut data Globalfirepower.com tahun 2024 mencapai USD 227 miliar.
Dengan demikian kebangkitan China dalam perekonomian bahkan dalam pertahanan
menjadi salah satu fenomena penting di kawasan Asia sekaligus memperkuat posisi
diplomatik dan pengaruh China di dunia. Pertumbuhan yang terjadi di China akan membuat
negara-negara disekitarnya mengalami security dilemma dalam hal keamanan memerlukan
kehadiran kekuatan lain sebagai pendukungnya.
Kemunculan China sebagai super power baru di Asia, membuat AS meningkatkan
hubunganya dengan aliansinya di Eropa (NATO), di Asia dengan Jepang, Korea Selatan,
Singapura dan Thailand, Australia serta mitra-mitranya. Menurut John Andrew dalam
bukunya The World In Conflict, mengatakan bahwa: “PLA memiliki 2,3 juta personil termasuk
polisi”(London, 2015: hal.233). Populasi China mencapai 1.3 miliar jiwa termasuk terbanyak
di dunia.
China memiliki 3 kapal induk terdiri dari: Kapal Induk Liaoning (Type-001), Kapal Induk
Shandong (Type-002) dan Kapal Induk Fujian (Type-003). China juga memiliki 62 kapal selam
terdiri dari: (1) 7 KS Balistik (SSB), (2) 7 KS Nuklir (SSBN) dan 48 KS Diesel (SS).
China juga belum berpengalaman berlayar dalam formasi Carrier Task Group (CTG) dan
juga lemah dalam C4ISR (komando dan kendali komunikasi, komputer, intelejen,
pengawasan dan pengintaian) maupun peningkatan logistik, doktrin, kualitas personil,
pendidikan dan pelatihan serta latihan dilaut. Kelemahan China ini masih diupayakan untuk
diatasi. Menurut Christopher Chant dan Ian Hogg dalam bukunya “The Nuclear War File”, AS
masih memiliki arsenal selama Perang Dingin dimasa lalu, terdiri dari: ICBM-Minuteman II
dan III serta Titan dan kapal selam nuklir kelas Poseidon C-3 dan Trident C-4 dengan kepala
perangnya lengkap, untuk mengimbangi kebangkitan China kedepan.
Rear Admiral Alfred Thayen Mahan, megatakan: “Command, control and
communication dominate war, broadley considered, they are the most important
elements in strategy, political or military”. (sumber: Dimodifikasi dari William A. Cohen,
PH.D, New Jersey, 2001: hal.98)
Gambar-5: KS Jin (Type-094/SSBN)
(sumber: DOD, 30 Januari 2024, hal.20)
Gambar-6: CV Liaoning (Type-001)
(sumber: DOD, 30 Januari 2024, hal.25)
5 |5- Keseimbangan Kekuatan
Peperangan asimetris bukanlah hal yang baru. Disparitas besar kekuatan militer akan
selalu memaksa pihak yang lemah untuk mengadopsi persyaratan yang dibuat oleh pihak
yang kuat. Kenyataannya dalam PD I dan PD II, AS akan selalu menjadi pihak yang lebih kuat.
Terlepas dari apakah itu melawan tentara konvensional atau para gerilyawan dalam suatu
pemberontakan.
Menurut Globalfirepower.com anggaran pertahanan AS tahun 2024 mencapai USD
831,78 miliar, sedangkan China pada tahun 2024 mencapai USD 227 miliar untuk
mentransformasikan PLA (PIAN, PIAAF, PIAA dan PLRF) mencapai pasukan berkualitas
kelas dunia pada abad ke-21. Rivalitas terjadi antara AS dan China jelas mempengaruhi
anggaran pertahanan kedua negara. China menjadikan ini sebagai salah satu strategi penting
dalam mencapai keamanan dan kepentingan nasional di Asia. Anggaran pertahanan ini
memiliki pengaruh terhadap kapasitas dan kapabilitas militer suatu negara. Dilemma
keamanan yang terjadi secara jelas dapat dilihat dari peningkatan anggaran pertahanan
setiap negara yang berkonflik dalam kawasan LCS.
Amerika menawarkan kerjasama militer yang kuat bagi aliansi dan mitra-mitra di AsiaPasifik, untuk periode jangka panjang dengan adanya kebangkitan China. Seperti apa yang
dikatakan Presiden Barak Obama, sebagai berikut:
“Amerika Serikat adalah negara paling kuat di bumi. Kami menghabiskan lebih
banyak untuk militer kami daripada gabungan delapan negara berikutnya. Pasukan kami
adalah kekuatan tempur terbaik dalam sejarah dunia. Tidak ada negara yang menyerang
kami secara langsung dan sekutu kami, karena mereka tahu itulah jalan menuju kehancuran
…… ketika ada masalah internasional yang penting, orang-orang di dunia tidak melihat ke
Beijing atau Moskow untuk memimpin – mereka memanggil kami. (President Obama, State
of Union address, the White House, Office of the press secretary 13 January 2016)
Singkat kata, bukan “Abad AS”, dekade yang akan datang adalah “Abad Asia” dengan China
dipusatnya. AS mungkin mengirim kapal perang dikawasan laut Asia, tetapi pelabuhanpelabuhan yang mereka singgahi tergantung kepada investasi China.
Seperti apa yang dikatakan Napoleon Bonaparte: “There are only two forces in the world, the
sword and the spirit. In the long run will always be conquered by the spirit .” (sumber: Jude
Woodward, The US VS China, Manchester University Press, 2017: hal.408)
Dengan kenyataan ini, mungkinkah akan terjadi Perang Dingin Baru di Asia-Pasifik
dengan aktor Amerika Serikat versus China ???- Jakarta, 12 Juli 2024