JAYAPURA – Merujuk perspektif agama, wacana Daerah Otonomi Baru (DOB)/ Pemekaran Provinsi Papua menjadi beberapa Provinsi, sesungguhnya adalah rencana Tuhan terhadap Masyarakat Papua. Sabtu (26/3/2022).
Hal ini dikatakan Tokoh masyarakat Papua sekaligus Dosen Prodi Agama Kristen di Universitas Cenderawasih, Pdt.Fredy H.Toam S.Th., M.Si.
Kata mantan punggawa KNPI era 80an ini, harunya apa yang sudah menjadi rencana Tuhan tersebut atas tanah Papua harus didukung dengan baik. Bukan malah memiliki pemikiran sempit.
“Menurut saya harus didukung, Tuhan sedang berperkara diatas tanah ini, ini sementara proses. Saya katakan, bagi yang menolak harap buka kembali Alkitab,”tegas Pdt. Fredy.
Masuknya penginjil ke tanah Papua melalui Pekabaran Injil sudah 167 tahun. Tujuan Tuhan mengirim Penginjil adalah untuk membawa terang dan kesejahteraan bagi masyarakat Papua.
“Dalam Alkitab Yesaya 40 : 1-11 itu dikatakan oleh Tuhan langsung, jadi tidak alasan untuk menolak DOB, Tuhan ingin kita melihat pemekaran ini dari sudut pandang Terang Injil,”jelasnya.
Perikop Alkitab ini dimulai dengan kalimat “Hiburkanlah, Hiburkanlah umat-Ku, serukanlah kepadanya, bahwa perhambaannya sudah berakhir”. Kemudian dikatakan, ”Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk Tuhan, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita! Setiap lembah harus ditutup, dan setiap gunung dan bukit diratakan;”. Kemudian pada ayatnya yang ke-5 disebutkan “maka kemuliaan Tuhan akan dinyatakan dan seluruh umat manusia akan melihatnya bersama-sama”.
“Ayat-ayat tersebut dinilai mengandung pesan Tuhan agar umat terus terlibat dalam proses pembangunan untuk dapat melihat kemuliaan Tuhan,”ucapnya.
Sejalan dengan firman Tuhan diatas, pemekaran DOB di Papua mutlak diperlukan mengingat kondisi wilayah yang terlalu luas. Jika ada masyarakat yang menolak pemekaran DOB, Pdt, Freddy Toam mengajak mereka untuk kembali mempelajari firman Tuhan secara seksama. Diakui juga bahwa ada tokoh-tokoh pendeta yang menolak pemekaran DOB karena dinilai akan semakin menyisihkan keberadaan Orang Asli Papua (OAP). Pdt. Freddy Toam menilai bahwa pandangan tersebut cenderung partikularistik dan sempit.
“Para pendeta harus kembali pada pemahaman bahwa hukum kasih dan perintah penginjilan yang disampaikan Yesus bersifat universal. Tidak ada sekat pemisah, baik suku, bangsa, ras, warna kulit, jenis rambut, maupun bahasa. Yesus tidak membeda-bedakan orang, dan bahkan mengajarkan untuk mendoakan serta mengasihi musuh,” ungkap pendeta senior yang juga pernah menjadi anggota DPRP dan Ketua Kantor KOMNAS HAM Papua ini. Pada saat yang sama, dunia pun mengalami globalisasi sehingga hampir semua sekat telah terbuka. “Sangat naif jika ada pendeta-pendeta yang menutup diri terhadap pihak lain, kemudian menjustifikasi pandangannya dengan kutipan ayat suci,” tegasnya.
Menurut Pdt. Freddy Toam, seluruh dinamika yang terjadi di Papua pun harus sejalan dengan upaya untuk mendatangkan tanda-tanda Kerajaan Allah. Tuhan inginkan Papua menjadi maju dan umatnya sejahtera.
“Tuhan tentu tidak menginginkan bangsa ini tinggal dalam keterbelakangan, dan ini stigma yang sudah lama diderita oleh orang-orang di Tanah Papua. Dengan otonomi ini sekarang, kita balikkan stigma tersebut. Ibarat Rumah, Papua tidak boleh jadi bagian belakang, melainkan serambi atau bagian depan dari rumah Republik Indonesia. Papua berbatasan dengan Samudera Pasifik yang di seberangnya ada Amerika Serikat, Australia dan Jepang. Secara geografis, Papua harus menjadi etalase dari NKRI. Wajah Indonesia ini harus dapat dilihat dari Papua, dan Saya bersyukur sekali bahwa semua suku bangsa ada di Papua,” ungkapnya
Lebih lanjut, Pdt. Freddy Toam menyampaikan bahwa OAP seharusnya dapat lebih banyak berkontribusi dalam proses pemekaran DOB mengingat ada perlindungan dalam UU Otsus. Dulu sebelum diterapkannya Otsus Papua, masyarakat Papua dapat hidup berdampingan tanpa membedakan asal suku.
“Sekarang ada Otsus, harusnya lebih mampu berperan lebih, jangan ada ketergantungan. Kami dulu tidak ada Otsus, namun kita bisa bersaing dengan daerah lain, dengan suku lain. Jadi Otsus ini harus disikapi dengan baik, tentu implementasinya juga harus merujuk pada firman Tuhan,”kata Pdt. Freddy Toam yang juga berhasil menjadi anggota dan pimpinan dari berbagai organisasi, seperti Ketua DPD KNPI, Anggota DPR Papua dan Ketua KOMNAS HAM Papua.
Terkahir, dirinya mengingatkan kembali untuk seluruh umat Tuhan di Papua, utamanya yang masih berfikiran sempit, tidak terbuka dengan keberadaan kemajemukan, maka buka kembali Alkitab. Perdalam lagi apa yang disampaikan Tuhan.
“Tuhan tidak membedakan ciptaannya, suku ini suku itu, rambut kulit dan lain sebagainya, Tuhan itu memiliki sifat Universal. Jadi kalau Tuhan demikian, mengapa kita ada skat-skat. Karena sejatinya, manusia diciptakan sama dihadapan Tuhan,”pungkasnya. (al)